PT BANK CENTRAL ASIA
BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari
1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat
berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi pada tahun
1997.
Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada
keseluruhan sistem perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini
memengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya.
Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya,
bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA pada
tahun 1998.
Berkat kebijaksanaan bisnis dan pengambilan
keputusan yang arif, BCA berhasil pulih kembali dalam tahun yang sama. Di bulan
Desember 1998, dana pihak ke tiga telah kembali ke tingkat sebelum krisis. Aset
BCA mencapai Rp 67.93 triliun, padahal di bulan Desember 1997 hanya Rp 53.36
triliun. Kepercayaan masyarakat pada BCA telah sepenuhnya pulih, dan BCA
diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonesia
pada tahun 2000.
Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan
menjadi perusahaan publik.
Penawaran Saham
Perdana berlangsung pada tahun 2000, dengan menjual saham sebesar
22,55% yang berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu,
BPPN masih menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham kedua
dilaksanakan di bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi
dari saham miliknya di BCA.
Dalam tahun 2002, BPPN melepas 51% dari sahamnya
di BCA melalui tender penempatan privat yang strategis. Farindo Investment,
Ltd., yang berbasis di Mauritius,
memenangkan tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata
kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi,
pengelolaan risiko secara baik dan komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank
transaksional maupun sebagai lembaga intermediasi finansial.
Indonesia
Company Investment Analysis: PT Bank Central Asia Tbk (BCA)
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) adalah bank yang fokus pada bisnis
transaksi perbankan, memiliki total aset terbesar ketiga di Indonesia senilai
Rp 408 triliun pada semester I 2012. Selain fokus pada bisnis transaksi
perbankan, bank yang saat ini dimiliki oleh grup Djarum ini menyalurkan kredit
dengan komposisi terbesar pada kredit komersial & usaha kecil menengah
(UKM). Bank BCA juga menyalurkan kredit segmen korporasi dan segmen konsumer.
BANKING INDUSTRY OUTLOOK
Industri kredit perbankan di Indonesia tumbuh
hampir 30% dalam periode empat tahun terakhir secara compounded annual
growth rate (CAGR) 2007–2011. Penyaluran kredit oleh perbankan di
Indonesia senilai Rp 2.200 triliun pada akhir 2011.
Pertumbuhan penyaluran kredit diiringi dengan
menurunnya kredit macet (non performing loan/NPL) perbankan,
menunjukkan manajemen risiko perbankan Indonesia yang solid dalam penyaluran
kredit.
Pada sumber pendanaan, dana pihak ketiga (DPK)
yang dihimpun oleh perbankan juga terus meningkat. Dana pihak ketiga tumbuh
sebesar 22% secara CAGR pada tahun 2007–2011. Pertumbuhan DPK tersebut terdiri
dari DPK berdenominasi rupiah dan valas yang masing-masing tumbuh sebesar 23%
dan 19%.
Pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan selama
empat tahun terakhir didukung oleh pertumbuhan dana murah. Komposisi current
account saving account (CASA) terhadap dana pihak ketiga menjadi sebesar
56% pada tahun 2011, atau lebih tinggi dibandingkan periode tahun 2007.
Kenaikan komposisi dana murah tersebut menjaga rasio CASA perbankan Indonesia
stabil pada level 55%.
Saat ini Bank BCA berada pada urutan terbesar
ketiga di Indonesia menurut total aset. Pada semester I 2012, Bank BCA memiliki
aset senilai Rp 408,6 triliun. Selama periode ini Bank BCA menyalurkan kredit
senilai Rp 226 triliun, dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan
senilai Rp 341 triliun.
PERTUMBUHAN
EKONOMI
Bank BCA yang fokus pada bisnis perbankan
transaksi mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 11% menjadi senilai Rp
5,3 triliun pada semester I 2012. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kenaikan
pendapatan bunga bersih sebesar 14% dan pendapatan non bunga yang tumbuh
sebesar 12%.
Pertumbuhan pendapatan bunga ditopang oleh
penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 41,5%. Pertumbuhan kredit lebih tinggi
dibandingkan dana pihak ketiga yang tumbuh sebesar 19%, sehingga menopang
kenaikan rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga (loan to
deposit ratio/LDR). Pada semester I 2012, rasio LDR Bank BCA naik 960
basis poin menjadi 65,5%.
Pertumbuhan LDR tetap diimbangi dengan
peningkatan kualitas aset. Hal ini terlihat dari rasio kredit macet (non
performing loan/NPL) Bank BCA yang turun sebesar 20 basis poin menjadi
0,5% pada semester I 2012. Sementara itu, pertumbuhan pendapatan non bunga
ditopang oleh fee based income, yang mencatatkan pertumbuhan sebesar
18% menjadi senilai Rp 2,5 triliun. Fee based income memberikan
kontribusi hingga 70% dari pendapatan non bunga Bank BCA.
Kenaikan beban bunga sebesar 5% menekan
profitabilitas Bank BCA pada semester I 2012. Net interest margin (NIM), ukuran
profitabilitas, turun 30 basis poin menjadi 5,3% pada semester I 2012.
Selain itu, tumbuhnya laba bersih bertolak
belakang dengan produktivitas aset (return on asset/ROA) dan imbal
hasil pemegang saham (return on equity/ ROE). ROA dan ROE Bank BCA
masing-masing mencatatkan penurunan sebesar 10 basis poin dan 180 basis poin
pada semester I 2012.
Penurunan ROE seiring dengan penurunan margin
laba bersih, serta produktivitas aset yang lebih rendah karena penyaluran
kredit yang lebih agresif yang belum berkontribusi terhadap pertumbuhan tinggi
pada laba bersih.
Aset tumbuh seiring dengan upaya ekspansi Bank
BCA pada semester I 2012. Total kredit Bank BCA tumbuh 42% menjadi senilai Rp
225,9 triliun.
INVESTMENT HIGHLIGHT
1. Solid Transactional BankingBank BCA memiliki bisnis transaksi (transactional banking) yang menjadi salah satu sumber pendapatan berkesinambungan (fee based income). Fee based income mengontribusi sebesar 20% terhadap pendapatan operasional Perusahaan pada semester I 2012, yakni pendapatan yang mencakup pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya.
Transactional banking Bank BCA ditopang oleh jaringan kantor cadang dan layanan anjungan tunai mandiri (ATM). Fee based income, yakni pendapatan yang salah satunya diperoleh dari bisnis transaksi, tumbuh sebesar 18% pada semester I 2012, dengan nilai mencapai Rp 2,5 triliun.
2. Strong Bargaining Power to Collect Cheap Fund
Pertumbuhan tabungan masing 23% pada semester I 2012 menopang kenaikan rasio CASA Bank BCA. Pada semester I 2012, Bank BCA mencatatkan kenaikan rasio CASA sebesar 36 basis poin. Kenaikan rasio CASA menurunkan beban bunga tabungan sebesar 15% pada semester I 2012.
Pertumbuhan dana pihak ketiga berupa tabungan terjadi bahkan meski Bank BCA menurunkan suku bunga tabungan. Hal ini menunjukkan kesolidan daya tawar Bank BCA untuk menghimpun dana murah dari nasabah. Rasio CASA Bank BCA berada pada level tinggi, yakni mencapai 77,7%.
Dana murah yang diperoleh oleh Bank BCA akan memberi peluang bagi Perusahaan untuk memiliki profitabilitas yang tinggi untuk setiap kredit yang disalurkan di masa depan.
3. Pursuing Higher LDR Which will Generate More Interest Income
Upaya Bank BCA untuk mendorong posisi penyaluran kredit (loan to deposit ratio/LDR) memberikan peluang bagi pendapatan bunga yang lebih tinggi di masa depan.
Tahun lalu pendapatan bunga Bank BCA tumbuh 19% ketika LDR berada pada posisi 61,7%, naik dari 55,2%. Pada semester I 2012, pendapatan bunga tumbuh 11% dengan LDR berada pada level 65,5%.
Bank BCA melakukan ekspansi kredit di semua segmen. Pada semester I 2012 pertumbuhan tertinggi dicatatkan segment kredit konsumer, segmen kredit korporasi dan usaha kecil menengah (UKM).
4. Improved Asset Quality
Kualitas aset Bank BCA terjaga, hal ini terlihat dari penurunan rasio NPL (non performing loan/NPL) sebesar 20 basis poin menjadi 0,5% pada semester I 2012. Penurunan NPL meski Bank BCA mendorong kredit dengan lebih agresif, khususnya pada semester I 2012.
Kenaikan kualitas aset juga terlihat dari penurunan dana pencadangan (loan loss provision) sebesar 54% menjadi senilai Rp 55 miliar.
INVESTMENT RISK
1. Low Loan to Deposit RatioBank BCA merupakan salah satu dari sedikit bank dengan tingkat penyaluran kredit yang rendah. Masih rendahnya rasio penyaluran kredit terhadap total dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR), membuat Bank BCA menjadi perhatian Bank Indonesia.
Pada semester I 2012, Bank BCA mencatatkan rasio LDR sebesar 65,5%, atau jauh lebih rendah dari batas minimum LDR yang ditetapkan Bank Indonesia di level 78%.
2. Decline in NIM
Penurunan pendapatan bunga dari penempatan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), menekan rasio net interest margin (NIM). Pada semester I 2012, rasio NIM Bank BCA turun sebesar 30 basis poin setelah pendapatan bunga SBI turun sebesar 49%.
Pendapatan bunga SBI memiliki kontribusi hingga 14% atau ketiga terbesar dari total pendapatan bunga pada semester I 2011, namun kontribusi tersebut turun hingga 6% pada semester I 2012.
3. High Valuation
Bank BCA memiliki valuasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sejumlah saham perbankan lainnya. Pada semester I 2012, Bank BCA memiliki rasio harga saham terhadap laba bersih (price to earning/ PE ratio) sebesar 16,7 kali, jauh diatas rata-rata industri yang sebesar 13 kali.
Sementara itu, valuasi menggunakan rasio harga terhadap nilai buku (price to book value/ PBV) tercatat sebesar 4,2 kali untuk Bank BCA, juga berada di atas rata-rata industri yang hanya sebesar 2,6 kali.
4. Bank Indonesia Policy May Restrain Consumer Credit Growth
Kebijakan Bank Indonesia menaikkan kebijakan uang muka kredit kendaraan dan kredit property berpeluang menekan pertumbuhan kredit konsumer yang sedang diperbesar porsinya oleh Bank BCA.
http://duniaindustri.com/indonesia-company-investment-analysis-pt-bank-central-asia-tbk-bca/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar